Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

 TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK 

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik 
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.

Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.

Tokoh-tokoh aliran teori belajar behavioristik diantaranya:
1. Thorndike 
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Watson  adalah  seorang  tokoh  aliran  behavioristik  yang  datang  sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun  stimulus  dan  respon  yang  dimaksud  harus  berbentuk  tingkah  laku  yang dapat  diamati  (observabel)  dan  dapat  diukur.  Dengan  kata  lain,  walaupun  ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang  selama proses belajar,  namun  ia  menganggap  hal -hal  tersebut  sebagai  faktor  yang  tak  perlu diperhitungkan.  Ia  tetap  mengakui  bahwa  perubahan-perubahan  mental  dalam benak  siswa  itu  penting,  namun  semua  itu  tidak  dapat  menjelaskan  apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.  

Watson  adalah  seorang  behavioris  murni,  karena  kajiannya  tentang  belajar disejajarkan  dengan  ilmu -ilmu  lain  seperti  fisika  atau  biologi  yang  sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan dapat diukur.  Asumsinya  bahwa,  hanya  dengan  cara  demikianlah  maka  akan  dapat diramalkan  perubahan-perubahan  apa  yang  bakal  terjadi  setelah  seseorang melakukan  tindak  belajar.  Pemikiran  Watson  (Collin,  dkk:  2012)  dapat digambarkan sebagai berikut: 

 TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati. Jadi, Para tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal -hal yang  tidak  dapat  diukur  dan  tidak  dapat  diamati,  seperti  perubahan -perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.   
3. Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
4. Edwin Guthrie
Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
5. Skinner 
Skinner merupakan tokoh behavioristik yang paling banyak dipebincangkan, konsep-konsep  yang  dikemukakan  oleh  Skinner  tentang  belajar  mampu  mengungguli  konsep-konsep  lain  yang  dikemukakan  oleh  para  tokoh  sebelumnya.  Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif.  

Menurut Skinner, hubungan antara stimulus   dan  respon   yang terjadi melalui  interaksi dalam lingkungannya  akan menimbu lkan perubahan tingkah laku.    Pada  dasarnya  stimulus-stimulus  yang  diberikan  kepada  seseorang  akan saling  berinteraksi  dan  interaksi  antara  stimulus -stimulus  tersebut  akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang  dimunculkan  inipun  akan  mempunyai  konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi  inilah  yang  pada  gilirannya  akan  mempengaruhi  atau menjadi  pertimbangan  munculnya  perilaku. Oleh  sebab  itu,  untuk  memahami tingkah  laku  seseorang  secara  benar,  perlu  terlebih  dahulu  memahami  hubungan antara  stimulus  satu  dengan  lainnya,  serta  memahami  respon  yang  mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari  respon  tersebut.  Skinner  juga  mengemukakan  bahwa  dengan  menggunakan perubahan-perubahan  mental  sebagai  alat  untuk  menjelaskan  tingkah  laku  hanya akan  menambah  rumitnya  masalah.  Sebab,  setiap  alat  yang  digunakan  perl u penjelasan lagi, demikian seterus nya. 

Pandangan  teori  belajar behavioristik  ini  cukup  lama  dianut  oleh  para  guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori Skinerlah yang paling besar  pengaruhnya  terhadap  perkembangan  teori  belajar  behavioristik.  Program -program  pembelajaran  seperti Teaching  Machine ,  Pembelajaran  berprogram, modul,  dan  program -program  pembelajaran  lain  yang  berpijak   pada  konsep hubungan  stimulus –respons  serta  mementingkan  faktor -faktor  penguat (reinforcement),   merupakan  program-program  pembelajaran  yang  menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skiner.  

Teori  behavioristik  banyak  dikritik  karena  sering  kali  tidak  mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau hal-hal yang berkaitan  dengan  pendidikan  dan/atau  belajar  yang  tidak  dapat  diubah  menjadi sekedar  hubungan  stimulus  dan  respon.  Contohnya,  seorang  siswa  akan  dapat belajar dengan baik setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus lagi yang sama bahkan leb ih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak mampu menjelaskan alasan -alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini. Namun teori behavioristik  dapat  mengganti  stimulu s  satu  dengan  stimulus  lainnya  dan seterusnya sampai respon yang diinginkan muncul. Namun demikian, persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak dapat menjawab hal -hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan re sponnya.  

Sebagai  contoh,  motivasi  sangat  berpengaruh  dalam  proses  belajar. Pandangan  behavioristik  menjelaskan  bahwa  banyak  siswa  termotivasi  pada kegiatan-kegiatan di luar kelas (bermain video-game, berlatih atletik), tetapi tidak termotivasi  mengerjakan   tugas-tugas  sekolah.  Siswa  tersebut  mendapatkan pengalaman  penguatan  yang  kuat  pada  kegiatan -kegiatan  di  luar  pelajaran,  tetapi tidak mendapatkan penguatan dalam kegiatan belajar di kelas. 

Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang dapat menjelaskan  adanya variasi  tingkat  emosi  siswa,  walaupun  mereka  memiliki  pengalaman  penguatan yang  sama.  Pandangan  ini  tidak  dapat  menjelaskan  mengapa  dua  anak  yang mempunyai  kemampuan  dan  pengalaman  penguatan  yang  relatif  sama,  ternyata perilakunya  terhadap  suatu  pel ajaran  berbeda,  juga  dalam  memilih  tugas  sangat berbeda  tingkat  kesulitannya.  Pandangan  behavioristik  hanya  mengakui  adanya stimulus  dan  respon  yang  dapat  diamati.  Mereka  tidak  memperhatikan  adanya pengaruh  pikiran  atau  perasaan  yang  mempertemukan  unsur -unsur  yang  diamati tersebut.  




Teori belajar behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen,  tidak  kreatif  dan  tidak  produktif.  Pandangan  teori  ini  bahwa  belajar merupakan proses pembentukan atau shaping,   yaitu membawa siswa menuju atau mencapai  target  tertentu,  sehingga  menjadikan siswa  untuk  tidak  bebas  berkreasi dan  berimajinasi.  Padahal  banyak faktor  yang  berpengaruh  dalam  hidup  ini  yang mempengaruhi  proses  belajar.  Jadi  pengertian  belajar  tidak  sesederhana  yang dilukiskan oleh teori behavioristik.  

Skinner  dan  tokoh-tokoh  lain  pendukung  teori  behavioristik  memang  tidak menganjurkan  digunakannya  hukuman  dalam  kegiatan  belajar.  Namun  apa  yang mereka  sebut  dengan  penguat  negatif (negative  reinforcement)   cenderung membatasi siswa untuk  bebas berpikir dan berimajinasi. 

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun  ada  beberapa   alasan  mengapa  Skinner  tidak  sependapat  dengan  Guthrie, yaitu;
1)   Pengaruh  hukuman  terhadap  perubahan  tingkah  laku  sangat  bersifat se mentara. 
2)   Dampak  psikologis  yang  buruk  mungkin  akan terkondisi  (menjadi  bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama. 
3)   Hukuman  mendorong  si  terhukum  mencari  cara  lain  (meskipun  salah  dan buruk)  agar  ia  terbebas  dari  hukuman.  Dengan  kata  lain,  hukuman  dapat mendorong  si  terhukum  melakukan  hal-hal  lain  yang  kadangkala  lebih buruk dari pada kesalahan yang diperbuatnya.  

Skinner  lebih  percaya  kepada  apa  yang  disebut  sebagai  penguat  negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang  siswa perlu  dihukum  karena  melakukan  kesalahan.  Jika  siswa  tersebut  masih  saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak  mengenakkan  siswa  (sehingga  ia  melakukan  kesalahan)  dikurangi  (bukan malah  ditambah)  dan  peng urangan  ini mendorong  siswa  untuk  memperbaiki kesalahannya,  maka  inilah  yang  disebut  penguat  negatif.  Lawan  dari  penguat negatif adalah penguat positif ( positive reinforcement ). Keduanya bertujuan untuk memperkuat  respon.  Namun  bedanya  adalah  bahwa  penguat  positif  itu  ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat respons. 



B. Hukum Belajar Berdasarkan Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1) Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1.     Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2.     Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3.     Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2) Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.     Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.     Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3) Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.     Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2.     Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4) Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori belajar behavioristik, adalah  
1.     Belajar adalah perubahan tingkah laku.
2.     Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
3.     Pentingnya masukan atau input  yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon .
4.     sesuatu yang terjadi  diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting sebab tidak bisa diukur dan diamati.
5.     Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.
6.     Penguatan adalah faktor penting dalam belajar.
7.     Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika respon dikurangi maka respon juga menguat.




B. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran 
Aliran  psikologi  belajar  yang  sangat  besar  mempengaruhi  arah pengembangan teori dan  praktek pendidikkan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran  behavioristik.  Aliran  ini  menekankan  pada  terbentuknya  perilaku  yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus -responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan  metode  drill  atau  pembiasaan  semata.  Munculnya  perilaku  akan semakin  kuat  bila  diberikan reinforcement,   dan  akan  menghilang  bila  dikenai hukuman. 

Istilah -istilah  seperti  hubungan  stimulus -respon,  individu  atau  siswa  pasif, perilaku  sebagai  hasil  belajar  yang  tampak,  pembentukan  perilaku  (shaping ) dengan  penataan  kondisi  secara  ketat, reinforcement   dan  hukuman,  ini  semua merupakan  unsur-unsur  yang  sangat  penting  dalam  teori  behavioristik.  Teori  ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan  jelas  pada  penyelenggaraan  pembelajaran  dari  tingkat  paling  dini,  seperti Kelompok  bermain,  Taman  Kanak -kanak,  Sekolah-Dasar,  Sekolah  Menengah, bahkan  sampai  di  Perguruan  Tinggi,  pembentukan  perilaku  dengan  cara  drill (pembiasaan) disertai dengan  reinforcement   atau hukuman masih sering dilakukan Aplikasi  teori  behavioristik  dalam  kegiatan  pembelajaran  tergantung  dari beberapa  hal  seperti;  tujuan  pembelajaran,  sifat  materi  pelajaran,  karakteristik siswa,  media  dan  fasilitas  pembelajaran  yang  tersedia.  Pembelajaran  yang dirancang  dan  dilaksanakan  berpijak  pada  teori  behavioristik  memandang  bahwa pengetahuan  adalah  obyektif,  pasti,  tetap,  tidak  berubah.  Pengetahuan  telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar  adalah  memindahkan  pengetahuan  ke  orang  yang  belajar  atau  siswa. Siswa  diharapkan  akan  memiliki  pemahaman  yang  sama  terhadap  pengetahuan yang  diajarkan.  Artinya,  apa  yang  dipahami  oleh  pengajar  atau  guru  itulah  yang harus dipahami oleh murid. 

Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah  ada  melalui  proses  berpikir  yang  dapat  dianalisis  dan  dipilah,  sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.  Karena  teori  behavioristik  memandang  bahwa  sebagai  sesuatu  yang  ada  di dunia nyata telah tersetruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus  dihadapkan  pada  aturan-aturan  yang  jelas  dan  ditetapkan  lebih  dulu  secara ketat.  Pembiasaan  dan  disiplin  menjadi  sangat  esensial  dalam  belajar,  sehingga pembelajaran  lebih  banyak  dikaitkan  dengan  penegakan  disiplin.  Kegagalan  atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang  perlu  dihukum,  dan  keberhasilan  belajar  atau  kemampuan  dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan  dipandang  sebagai  penentu  keberhasilan  belajar.  Siswa  atau  siswa  adalah obyek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.  

Tujuan  pembelajaran  menurut  teori  behavioristik  ditekankan  pada penambahan  pengetahuan,  sedangkan  belajar  sebagai  aktivitas  “mimetic”,  yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam  bentuk  laporan,  kuis,  atau  tes.  Penyajian  isi  atau  materi  pelajaran menekankan  pada  ketrampilan  yang  terisolasi  atau  akumulasi  fakta  mengikuti urutan  dari  bagian  ke  keseluruhan.  Pembelajaran  mengikuti  urutan  kurikulum secara  ketat,  sehingga  aktivitas  belajar  lebih  banyak  didasarkan  pada  buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.  Thorndike (Schunk, 2012) kemudian merumuskan peran yang harus d ilakukan guru dalam proses pembelajaran, yaitu: 
1.   Membentuk  kebiasaan  siswa.  Jangan  berharap  kebiasaan  itu  akan  terbentuk dengan sendirinya
2.   Berhati hati jangan smpai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah. Karena mengubah kebiasaan yang telah terbent uk adalah hal yang sangat sulit.
3.   Jangan  membentuk  dua  atau  lebih  kebiasaan,  jika  satu  kebiasaan  saja  sudah cukup
4.   Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan digunakan. 

Evaluasi  menekankan  pada  respon  pasif,  ketrampilan  secara  terpisah,  dan biasanya menggunakan  paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban  benar.  Maksudnya,  bila  siswa  menjawab  secara  “benar”  sesuai  dengan keinginan  guru,  hal  ini  menunjukkan  bahwa  siswa  telah  menyelesaikan  tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah  dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.  Salah  satu  contoh  pembelajaran  behavioristik  adalah  pembelajaran terprogram  (PI/Programmed  Instruction ),  dimana  pembelajaran  terprogram  ini merupakan pengembangan dari prinsip-prinsip pembelajaran  Operant conditioning yang di bawa oleh Skinner. Dalam Schunk (2012) PI melibatkan beberapa prinsip pembelajaran. Dalam pembelajaran terprogram, materi dibagi menjadi frame-frame secara  berurutan  yang  setiap  frame  memberikan  informasi  dalam  potongan  kecil dan dilengkapi dengan test yang akan direspon oleh siswa.  

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

Pada  jaman  modern  ini,  aplikasi  teori belajar behavioristik  berkembang  pada pembelajaran  dengan  powerpoi nt   dan  multimedia.  Dalam  pembelajaran  dengan powerpoint , pembelajaran cenderung terjadi satu arah. Materi disampaikan dalam bentuk  powerpoint   yang  telah  disusun  secara  rinci.  Sementara  itu  pada pembelajaran  dengan  multimedia,  siswa  diharapkan  memiliki  pema haman  yang sama dengan pengembang, materi disusun dengan perencanaan yang rinci dan ketat dengan  urutan  yang  jelas,  latihan  yang  diberikan  pun  cenderung  memiliki  satu jawaban  benar.  Feedback   pada  pembelajaran  dengan  multimedia  cenderung diberikan  sebagai  penguatan  dalam  setiap  soal,  hal  ini  serupa  dengan  program pembelajaran yang pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012), dimana Skinner mengembangkan  model  pembelajaran  yang  disebut  “teaching  machine”  yang memberikan feedback   kepada siswa bila memberikan jawaban benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar  feedback  pada akhir test.

Komang Budiadnya
Komang Budiadnya Saya Seorang Guru dan Juga Content Creator

Posting Komentar untuk " TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK "